Pemicu : II RULE OF LAW
Pemicu : II R ULE OF LA W
Pointers
STANDARD KOMPETENSI:
Agar mahasiswa dapat berpikir, bersikap rasional dan dinamis, serta
berpandangan luas sebagai manusia intelektual yang memiliki kesadaran tentang
pentingnya “ Rule of Law “ dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
KOMPETENSI DASAR :
Dengan kompetensi tersebut
mahasiswa diharapkan peka terhadap permasalahan pelaksanaan “ Rule
of Law “ yanmg ada dilingkungannya, mampu menjadi katalis bagi proses
penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif untuk tumbuh-suburnya kesadaran
akan Rule of law.
INDIKATOR :
Mahasiswa mamahami tentang :
1. Pengertian rule of law
dapat menganalisis Indonesia sebagai Negara hukum
dapat menganalisis Indonesia sebagai Negara hukum
2. Ciri-ciri rule of law
berdasarkan system hukum Anglo Saxon, system hukum Eropa Kontinental, dan
system hukum di Indonesia.
3. Prinsip yang harus
dilaksanakan dalam rule of law
4. Prinsip-prinsip Negara hukum Pancasila
5. Penjabaran pelaksaanaan prinsip-prinsip negaran hokum Pancasila
4. Prinsip-prinsip Negara hukum Pancasila
5. Penjabaran pelaksaanaan prinsip-prinsip negaran hokum Pancasila
6. Contoh kasus dan penegakan
rule of law
URAIAN MATERI:
1.
Latar belakang Rule of Law
Rule of law adalah suatu doktrin hukum
yang mulai muncul bersamaan dengan kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi pada
abad 19 di Eropa. Doktrin tersebut lahir sejalan dengan tumbuh suburnya
demokrasi dan meningkatnya peran
parlemen dalam penyelenggaraan Negara. Negara hukum
merupakan terjemahan dari Rule of Low
atau Rechtstaat.
Lahirnya konsep negara hukum bersamaan pula
dengan lahirnya negara demokrasi, mengingat salah satu ciri
suatu negara disebut demokrasi adalah bila negara tersebut
melaksanakan Rule of Law. Secara
sederhana pengertian negara hukum
adalah negara yang
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di negara yang berdasarkan hukum, negara
termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Di dalam negara hukum, hukum
sebagai dasar diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan
yang berpuncak pada konstitusi atau hukum dasar negara. Dengan demikian di
dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum bukan kekuasaan belaka
serta pemerintahan negara berdasarkan pada konstitusi. Negara berdasarkan atas hukum menempatkan hukum sebagai
hal yang tertinggi sehingga ada istilah supremasi hukum.
Konstitusi berisi kesepakatan atau konsensus
tentang Rule of lAw sebagai
landasan
pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of the government). Daiam
kesepakatan ini harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan negara
haruslah didasarkan atas rule of the game yang ditentukan
bersama.
Negara hukum menurut Friedman, dibedakan antara
pengertian formal (in the formal sense), dan pengertian
hakiki (ideological sense). Dalam pengertian formal Negara hukum tidak lain adalah "organized
public power" atau kekuasaan umum yang terorganisasikan. Oleh karena itu, setiap organisasi hukum (termasuk
organisasi yang namanya negara) mempunyai konsep negara hukum, termasuk
negara-negara otoriler sekalipun.
Negara hukum dalam pengertian hakiki (materiil), sangat erat hubungannya dengan
menegakkan konsep negara hukum secara hakiki, karena dalam pengertian
hakiki telah menyangkui ukuran-ukuran "tentang hukum yang baik dan
hukum yang buruk. Cara menentukan ukuran-ukuran tentang hukum yang baik dan
hukum yang buruk dalam suatu konsep negara hukum sangat
sulit, karena setiap masyarakat yang melahirkan konsep tersebut berbeda satu
sama lain dan karenanya "rasa keadilan" disetiap masyarakat berbeda pula.
Dilihat dari sisi sejarah perkernbangan
konsep negara hukum, ada yang disebut negara hukum
formal dan negara hukum material. Negara hukum formal adalah negara hukum dalam arti
sempit yaitu negara yang membatasi ruang geraknya dan bersifai pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Negara
tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan warga
negaranya. Urusan ekonomi diserahkan pada warga negara, yang berarti
warga negara dibiarkan untuk mengurus kepentingan ekonominya sendiri maka dengan sendirinya perekonomian negara akan
sehat (machtstaat). Konsep ini terjadi di Eropa sekitar abad ke 19 dan
ternyata penerapannya mengundang
kecaman banyak warga negaranya terutama pasca perang dunia ke 2 di mana negara dianggap lambat dalam dan tidak
bertanggung jawab atas segala dampak ekonomi
yang timbul pasca perang tersebut. Dorongan yang semakin kuat memunculkan
suatu gagasan baru yang disebut sebagai \velfare state, atau negara kesejahteraan.
Sebagai suatu konsep hukum, negara
kesejahteraan ini disebut sebagai konsep negara hukum
material. Dalam konsep ini, pemerintah bisa bertindak secara lebih luas dalam urusan dan
kepentingan publik jauh melebihi batas-batas yang pernah diatur dalam konsep
negara hukum formal. Pemerintah memiliki keleluasaan untuk turut campur tangan dalam urusan warga negaranya dengan
dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat.
2. Ciri-ciri Rule of Law
Berbagai doktrin yang menunjukkan ciri-ciri
dari suatu negara hukum muncul seiring dengan berkembangnya konsep
negara hukum baik di negara menganut sistem hukum Anglo Saxon dan sistem
hukum Eropa Kontinental. Dalam sistem hukum Anglo
Saxon, negara hukum sering disebut Rule of Law, sedangkan di
negara yang menganut
sistem hukum Eropa Kontinental disebut sebagai Rechtstaat.
Frederich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa
Kontinental memberikan ciri-ciri Rechtstaat meliputi :
a.
Hak Asasi Manusia ;
b.
Pemisahan atau pembagian kekuasaan
untuk menjamin Hak Asasi Manusia yang biasa dikenal sebagai trias politica ;
c.
Pemerintahan berdasarkan peraturan
peraturan ;
d.
Peradilan administrasi dalam
perselisihan.
Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum anglo saxon memberi ciri-ciri Rule of Law sebagai berikut:
a.
Supremasi hukum ;
b. kedudukan yang sama
di depan hukum ; dan
c. terjaminnya Hak Asasi Manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
Sedangkan, International Commision of Jurist pada konfrensinya
di Bangkok pada tahun 1965 merumuskan ciri-ciri negara
demokratis di bawah Rule of Law, yang meliputi:
a.
Perlindungan konstitusionaL dalam
arti bahwa konstitusi selain dari pada menjamin hak-hak
individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin ; -
b. badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak ;
c. kebebasan
untuk menyatakan pendapat;
d. pemilihan
umum yang bebas ;
e. kebebasan
untuk berorganisasi dan beroposisi; dan
f. pendidikan
kewarganegaraan.
Di Indonesia, Franz Magnis Suseno
mengemukakan adanya 5 (lima )
ciri negara hukum sebagai
salah satu ciri negara demokrasi.
Kelima ciri negara hukum adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai
dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar;
b. Undang-undang dasar menjamin Hak Asasi Manusia yang paling pen ting,karena tanpa jaminan tersebut, hukum menjadi sarana penindasan ;
c. Badan-badan negara menjalakan kekuasaan masing-masing dan hanya taat
pada dasar hukum yang berlaku ;
d.
Terhadap tindakan badan negara,
masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh
badan negara ;
e. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Sebagian ciri negara hukum yang telah diuraikan di atas khususnya
dalam konsep negara hukum material, dalam penerapannya di berbagai negara
demokrasi modern hampir semua dilaksanakan,
hanya saja seringkali law in the book seringkali berbeda dengan law in action, atau das
sollen berbeda dengan das sein. Penyimpangan antara aturan hukum
yang telah dibuat dan seharusnya berkedudukan di atas segalanya dengan
kenyataan bahwa intervensi kekuasaan mempengaruhi pelaksanaan hukum menjadikan hukum dipengaruhi oleh anasir-anasir
non hukum yang seharusnya tidak boleh
terjadi dalam proses penegakan hukum. Setidaknya ciri-ciri negara hukum di atas
dapat menjadi indikator pelaksanaan
konsep negara hukum pada suatu negara.
. Hal ini berarti konsep negara hukum sebagai suatu institusi sosial, memiliki struktur sosiologisnya
sendiri, dan mempunyai akar budaya sendiri. Dengan demikian, konsep
Indonesia sebagai negara hukum haruslah
bercirikan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai dasar mengingat nilai-nilai yang
digali dari Pancasila adalah hasil refleksi filosofis dengan obyek
bangsa Indonesia sendiri, dan yang lebih penting lagi bangsa Indonesia adalah
subyek pendukung Pancasila. Satjipto
menyebut sebagai Rule of Pancasila. 3. Negara Hukum Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional Indonesia
telah menyatakan diri sebagai negara hukum, selain itu secara nyata pasal-pasal
lainnya
dalam UUD 1945 mendukung ciri-ciri Indonesia sebagai negara hukum. Pasal-pasal tersebut
meiiputi:
1)
Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar
1945 dinyatakan : Negara Indonesia
adalah negara hukum.
2)
Pasal 24 ayat (1) dinyatakan : Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
3) Pasal 27 ayat
(1) dinyatakan : Segala warganegara bersamaan kedudukannya di ^ dalam hukum
dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
4) Pasal 28 huruf a s/d i
memuat perlindungan atas HAM.
Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan Rule of Law itu pun selanjutnya
dijabarkan lagi dalam undang-undang dan neraturan pelaksana lainnya yang secara
nyata menjadikan Indonesia
sebagai negara hukum. Setidaknya, saat ini ada berbagai undang-undang yang berkaitan dengan itu, seperti : UU tentang
Mahkamah Agung, UU tentang Mahkamah
Konstitusi, UU tentang Pemilu, UU tentang Parpol dan sebagainya.
Konsep Indonesia sebagai negara hukum
haruslah disusun dalam suatu sistem hukum yang saling
mendukung dan saling berkaitan dengan satu tujuan yaitu terpenuhinya negara hukum secara hakiki. Sistem hukum nasional
didasarkan pada tata urutan tertib hukum (legal order) yang diatur dalam
Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan. Tata urutan tersebut di atas dan berbagai peraturan
perundangan yang ada di Indonesia
secara hirarkis antara urutan peraturan
yang berada di bawah tidak boleh bertentangan secara material dengan peraturan yang ada di atasnya.
Dengan konsep otonomi daerah yang berlaku saat ini berbagai peraturan
daerah baik yang ada di pemerintahan propinsi, pemerintahan kabupaten, dan pemerintahan kota haruslah sesuai dan sejalan dengan konsep negara hukum yang diatur dalam UUD 1945 dan
UU lainnya. 4. Politik Hukum
Indonesia
Politik hukum Indonesia yang dimaksudkan di sini adalah
kebijakan nasional mengenai hukum dan
pembangunan hukum di Indonesia .
Pada masa sekarang sehubungan dengan MPR yang tidak lagi
berwenang menetapkan Garis Besar Haluan Negara , maka
haluan negara tentang penyelenggaraan bernegara menjadi tugas dan tanggung
jawab presiden untuk merumuskannya dalam suatu rencana pembangunan nasional
Kurun waktu 2004-2009 ini telah keluar rencana
pembangunan nasional yang tertuang
dalam Keputusan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam rencana pembangunan tersebut tertuang arah kebijakan dan program
berbagai bidang termasuk pembangunan bidang hukum. Arah kebijakan
pembangunan bidang hukum tertuang dalam bab 9 tentang
Pembenahan Sistem dan Politik Hukum. Naskah RPJMN 2004-2009,berisikan sasaran, arah kebijakan, dan program-program
pembangunan hukum. a. Sasaran Politik Hukum Nasional
Sasaran politik hukum nasional untuk mendukung pembenahan sistem
dan politik hukum. Sasaran yang akan
dilakukan dalam tahun 2004-2009 adalah terciptanya sistem hukum nasional
yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif ; terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan
pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi ; dan kelembagaan peradilan dan
penegak hukum yang berwibawa, bersih,
profesional, dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara
keseluruhan. b. Arah Kebijakan Hukum
Nasional
Pembenahan sistem dan politik hukum dalam lima tahun mcndatang
diarahkan kepada kebijakan untuk memperbaiki substansi
(materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan kultur
(budaya) hukum. Salah satu upaya untuk mewujudkan arah kebijakan hukum
nasional tersebut adalah dengan menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan
memperhatikan asas umum dan hirarki perundang-undangan
; dan menghormati serta memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui pemberdayaan
yurisprudensi sebagai bagian dari
upaya pembaruan materi hukum nasional.
Program Pembangunan Hukum Nasional.
Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mendukung pembenahan sistem dan
politik hukum dijabarkan ke dalam program-program pembangunan sebagai berikut.
1)
Program Perencanaan Hukum
Program ini
ditujukan untuk menciptakan persamaan persepsi dari seluruh pelaku pembangunan khususnya dibidang hukum dalam
menghadapi berbagai isue strategis
dan global yang secara cepat perlu diantisipasi agar pencgakkan dan kepastian hukum tetap berjalan secara
berkesinambungan Program perencaan
hukum diharapkan akan menghasilkan/materi hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik pada saat
ini maupun masa mendatang, mengandung perlindungan dan penghormatan terhadap
HAM serta mempunyai daya laku yang
efektif dalam masyarakat secara keseluruhan.
2) Program Pembentukan
Hukum
Program ini
dimaksudkan untuk menciptakan berbagai perangkai peraturan perundang-undangan
dan yurisprudensi yang akan menjadi landasan hukum untuk berperilaku tertip dalam rangka menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3) Program Peningkatan Kineria
Lembaga Peradilan dan
Lembaga Penegakkan hukum lainnya
Program ini ditujukan untuk memperkuat lembaga peradilan
dan lembaga penegakkan hukum melalui sistem peradilan pidana terpadu yang
melibatkan antara lain, mahkamah agung, kepoiisian, kejaksaan, komisi
pemberantasan korupsi, dan lembaga
pemasyarakatan serta praktisi hukum sebagai upaya mempercapat pemulihan kepercayaan masyarakat
terhadap hukum dan peradilan. Dengan program ini diharapkan terwujudnya
lemaga peradilan dan lembaga penegakkan
hukum yang transparant, akuntabel dan berkualitas dalam bentuk putusan pengadilan yang memihak kepada kebenaran
dan keadilan masyarakat.
4) Program Peningkatan Kualitas
Profesi Hukum
Program ini ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan profesional aparat penegak hukum yang melipuli
hakim, polisi, jaksa, petugas
pemasyarakatan, petugas keimigrasian,
perancang peraturan perundang-undangan, praktisi hukum,
dan sebagainya. Dengan
program ini
diharapkan tercipta aparatur hukum
yang profesional dan
berkualitas serta cepat
tanggap dalam mengantisipasi
bcrbagai permasalahan hukum
dalam rangka pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan. 5) Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan Hak
Asasi Manusia Program ini ditujukan untuk menumbuh kembangkan
serta meningkatkan kadar kesadaran
hukum dan HAM masyarakat termasuk para penyelenggara negara agar mereka
tidak hanya mengetahui dan menyadari hak dan kevvajibannya tetapi juga mampu berperilaku sesuai dengan
kaidah hukum serta menghormati HAM.
Data dan fakta :
Berdasarkan data “Masyarakat Transparaansi Internasional:2005)
Indonesia merupakan salaah satu Negara
terkorup di dunia.
1.
Survey
yang dilakukan oleh beberapa lembaga Interna sional yang menjadiperhatian dunia
dan dijadikan rujukan di banyak Negara termasuk Indonesia yanitu survey Indek
Persepsi Korupsi ( IPK )
2.
IPK
yang diadakan setiap th oleh Tranparenbcy Interna sio nal pada th 2009 dengan
scor a.l:
1.
Indonesia = 9,27
2.
Kamboja = 9,10
3.
Vietnam 8,07
4.
Filipina =8,06
5.
Thailand =7,60
6.
Malaysia = 6,47
7.
Singapura 1,43
Survey dengan
interval 0 – 10, O untuk Negara paling bersih korupsinya dan 10 untuk Negara
paling korup. Itu menunjukkan Indonesia telah mencapai pada situasi paling
buruk, dimana korupsinya hampir sempurna
Identifikasi masalah pelaksanaan
Rule of Law / Problem based learning (PBL) :
Carilah beberapa kasus dalam penegakan rule of
law, misalnya kasus illegal logging, korupsi, pembakaran hutan