UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2004
TENTANG
KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI
NOMOR 27 TAHUN 2004
TENTANG
KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI
Dengan
Rahmat Tuhan yang Maha Esa
Presiden republik Indonesia,
Presiden republik Indonesia,
Menimbang: a. Bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang
berat, yang terjadi pada masa sebelum berlakunya undang-undang nomor 26 tahun
2000 tentang pengadilan HAM harus ditelusuri kembali untuk mengungkapkan
kebenaran, menegakkan keadilan, dan membentuk budaya menghargai hak asasi
manusia sehingga dapat diwujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional;
b. bahwa pengungkapan kebenaran juga demi kepentingan para
korban dan/ atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya untuk mendapatkan
kompensasi, restitusi; dan/ atau rehabilitasi;
c. bahwa untuk mengungkap pelanggarn hak asasi manusia yang
berat, perlu dilakukan langkah-langkah konkrit dengan membentukkomisi kebenaran
dan rekonsiliasi;
d. bahwa berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk undang-undang tentang komisi
kebenaran dan rekonsiliasi;
Mengingat: 1. pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 undang-undang
dasar negara republik indonesia tahun 1945;
2. Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak
asasi manusia (lembaran negara republik indonesia tahun 2000 nomor 208,
tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4026);
Dengan
persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: Undang-undang tentang
komisi kebenaran dan rekonsiliasi
Bab
I
Ketentuan umum
Pasal 1
Ketentuan umum
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1. kebenaran adalah kebenaran atas suatu peristiwa yang
dapat di ungkapan berkenaan dengan pelanggarn hak asasi manusia yang berat,
baik mengenai korban, tempat, maupun waktu.
2. rekonsiliasi adalah hasil dari suatu proses pengungkapan
kebenaran, pengakuan, dan pengampunan, melalui komisi kebenaran dan
rekonsiliasi dalam rangka menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang
berat untuk terciptanya perdamaian dan persatuan bangsa.
3. komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang selanjutnya
disebut komisi, adalah lembaga indenpenden yang dibentuk untuk mengungkapkan
kebenaran atas pelanggarn hak asasi manusia yang berat dan melaksanakan
rekonsiliasi.
4. pelanggaran hak asasi yang berat adalah pelanggaran hak
asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 26 tahun 2000
tentang pengadilan hak asasi manusia.
5. korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang
mengalami penderitaan baik fisk, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi,
atau mengalami pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak dasarnya,
sebagai akibat langsung dari pelanggarn hak asasi manusia yang berat; termasuk
korban adalah juga ahli warisnya.
6. kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh
negara kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya sesuai
dengan kemampuan keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk
perawatan kesehatan fisik dan mental.
7. restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh
pelaku atau pihak ketiga kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli
warisnya.
8. rehabilitasi adalah pemulihan harkat dan martabat
seseorang yang menyangkut kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain.
9. amnesti adalah pengampunan yang diberikan oleh presiden
kepada pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan memperhatikan
pertimbangan dewan perwakilan rakyat.
10. hari adalah hari kerja.
Bab
II
Asas dan tujuan pembentukan komisi
Pasal 2
Asas dan tujuan pembentukan komisi
Pasal 2
Komisi dibentuk berdasarkan; a.
kemandirian. b. Bebas dan tidak memihak; c. Kemaslahatan; d. Keadilan; e.
Kejujuran; f. Keterbukaan; g. Perdamaian; dan h. Persatuan bangsa.
Pasal
3
Tujuan pembentukan komisi adalah; a.
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada masa
lalu diluar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa; dan b.
mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian.
Bab
III
Tempat kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang
Pasal 4
Tempat kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang
Pasal 4
Komisi berkedudukan di ibukota
negara republik indonesia dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara
republik indonesia.
Pasal
5
Komisi mempunyai fungsi kelembagaan
yang bersifat publik untuk mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran hak asasi
manusia yang berat dan melaksanakan rekonsiliasi.
Pasal
6
Dalam melaksanakan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, komisi mempunyai tugas:
a. menerima pengaduan atau laporan dari pelaku, korban, atau
keluarga korban yang merupakan ahli warisnya;
b. melakukan penyelidikan dan klarifikasi atas pelanggaran
hak asasi manusia yang berat;
c. memberikan rekomendasi kepada presiden dalam hal
permohonan amnesti;
d. menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah dalam hal
pemberian kompensasi dan/ atau rehabilitasi; dan
e. menyampaikan laporan tahunan dan laporan akhir tentang
pelaksanaan tugas dan wewenang berkaitan dengan perkara yang ditanganinya,
kepada presiden dan dewan perwakilan rakyat dengan tembusan kepada mahkamah
agung.
Pasal
7
(1) dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 6, komisi mempunyai wewenang:
- melaksanakan penyelidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
- meminta keterangan kepada korban, ahli waris korban,
pelaku, dan/atau pihak lain, baik didalam maupun diluar negeri;
- meminta dan medapatkan dokumen resmi dari instansi
sipil atau militer serta badan lain, baik yang ada didalam maupun diluar
negeri;
- melakukan koordinasi dengan instansi terkait, baik
didalam maupun diluar negeri untuk memberikan perlindungan kepada korban,
saksi, pelapor, pelaku, dan barang bukti sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- memanggil setiap orang yang terkait untuk memberikan
keterangan dan kesaksian;
- memutuskan pemberian kompensasi, restitusi,
rehabilitasi, atau amnesti, apa bila perkara sudah didaftarkan
kepengadilan hak asasi manusia,
(2) dalam hal tertentu untuk melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,
komisi dapat meminta penetapan pengadilan untuk melakukan upaya paksa.
(3) dalam hal komisi meminta penetapan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka pengadilan wajib memberikan penetapan
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan penetapan diterima pengadilan.
Bab
IV
Alat Kelengkapan
Pasal 8
Alat Kelengkapan
Pasal 8
Komisi mempunyai alat kelengkapan
berupa:
a. sidang komisi; dan
b. subkomisi
a. sidang komisi; dan
b. subkomisi
Pasal
9
(1) sidang komisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a
adalah pemegang kekuasaan tertinggi komisi.
(2) sidang komisi terdiri atas seluruh anggota komisi.
(3) sidang komisi sah apabila dihadiri oleh paling sedikit
2/3 (dua per tiga) dari seluruh anggota komisi.
(4) keputusan sidang komisi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) sah apa bila disetujui oleh paling sedikit ? 9satu per dua) ditambah 1
(satu) dari anggota sidang komisi yang hadir.
(5) keputusan sidang komisi sebagaimana di maksud pada ayat
(4) bersifat final dan mengikat dan bukan merupakan objek peradilan tata usaha
negara.
Pasal
10
Sidang komisi berwenang menetap:
a. pemilihan 1 (satu) orang ketua komisi dan 2 (dua) orang wakil ketua komisi;
b. penentuan anggota subkomisi;
c. kode etik anggota komisi;
d. tata tertib dan mekanisme kerja komisi;
e. usulan pengangkatan dan pemberhentian anggota komisi;
f. program kerja komisi;
g. penentuan atas rekomendasi permohonan kompensasi, restitusi dan/ atau rehabilitasi; dan
h. penentuan atas permohonan amnesti.
a. pemilihan 1 (satu) orang ketua komisi dan 2 (dua) orang wakil ketua komisi;
b. penentuan anggota subkomisi;
c. kode etik anggota komisi;
d. tata tertib dan mekanisme kerja komisi;
e. usulan pengangkatan dan pemberhentian anggota komisi;
f. program kerja komisi;
g. penentuan atas rekomendasi permohonan kompensasi, restitusi dan/ atau rehabilitasi; dan
h. penentuan atas permohonan amnesti.
Pasal
11
Subkomisi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 huruf b adalah pemegang kekuasaan sesuai dengan wewenang subkomisi yang
bersangkutan.
Pasal
12
(1) sidang subkomisi sah apabila masing-masing dihadiri
oleh:
- 6 (enam) orang anggota subkomisi penyelidikan dan
klarifikasi;
- 3 (tiga) orang anggota subkomisi kompensasi, restitusi,
dan rehabilitasi;
- 3 (tiga) orang anggota subkomisi pertimbangan amnesti.
(2) keputusan sidang subkomisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sah apabila masing-masing disetujui oleh:
- 4 (empat) orang anggota subkomisi penyelidikan dan
klarifikasi;
- 2 (dua) orang anggota subkomisi kompensasi, restitusi
dan rehabilitasi;
- 2 (dua) orang anggota subkomisi pertimbangan amnesti.
(3) sidang pengambilan keputusan subkomisi bersifat tertutup
dan keputusannya bersifat rahasia
Pasal
13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara sidang komisi dan sidang subkomisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dan
pasal 12 di atur dalam peraturan komisi.
Pasal
14
Dalam pelaksanaan tugasnya, komisi
dibantu oleh sekretariat komisi yang bertugas memberikan pelayanan
administratif bagi pelaksanaan kegiatan komisi.
Pasal
15
(1) sekretariat komisi dipimpin oleh seorang sekretaris
komisi.
(2) sekretaris komisi diangkat dan diberhentikan dengan
keputusan presiden.
(3) ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan
organisasi, tugas, dan tanggungjawab sekretariat komisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan presiden.
(4) peraturan presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak
komisi terbentuk.
Pasal
16
Komisi sebagaimana dimaksud salam
pasal 4 terdiri atas: a. subkomisi penyelidikan dan klarifikasi pelanggarn hak
asasi manusia yang berat; b. subkomisi kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi;
dan c. subkomisi pertimbangan amnesti.
Bab
V
Tugas dan wewenang subkomisi
Pasal 17
Tugas dan wewenang subkomisi
Pasal 17
Subkomisi penyelidikan dan
klarifikasi sebagimana dimaksud dalam pasal 16 huruf a, bertugas melakukan
penyelidikan dan klarifikasi pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pasal
18
(1) dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 17, subkomisi penyelikan dan klarifikasi mempunyai wewenang:
- menerima pengaduan, mengumpulkan informasi dan
bukti-bukti mengenai pelanggarn hak asasi manusia yang berat dari korban
atau pihak lain;
- melakukan pencarian fakta dan bukti-bukti pelanggarn
hak asasi manusia yang berat;
- mendapatkan dokumen resmi milik instansi sipil atau
militer serta badan swasta, baik yang ada didalam maupun diluar negeri;
- memanggil setiap orang yang terkait untuk memberikan
keterangan dan kesaksian;
- mengklarifikasi seseorang sebagai pelaku atau sebagai
korban pelanggarn hak asasi manusia yang berat;
- menentukan kategori dan jenis pelanggarn hak asasi
manusia yang berat sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 26 tahun
2000 tentang pengadilan hak asasi manusia; dan
- membentuk unit penyelidikan dan klarifikasi.
(2) dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, dilakukan dalam sidang
terbuka untuk umum.
Pasal
19
Subkomisi kompensasi, restitusi, dan
rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 huruf b, bertugas memberikan
pertimbangan hukum dalam pemberian kompensasi, restitusi, dan/ atau
rehabilitasi kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya
sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yangb berat.
Pasal
20
Subkomisi kompensasi, restitusi, dan
rehabilitasi mempunyai wewenang:
a. membuat pedoman pemberian kompensasi, restitusi, dan
/atau rehabilitasi bagi korban atau keluarga korban yang merupakan ahli
warisnya;
b. melakukan klarifikasi kepada korban dan memeriksa
kelengkapan syarat permohonan dalam rangka pemberian kompensasi, restitusi, dan
/atau rehabilitasi kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli
warisnya;
c. mengusulakn kepada komisi bentuk pemberian kompensasi,
restitusi, dan/ atau rehabilitasi yang bersifat umum untuk memulihkan hak dan martabat
korban dan/ atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
Pasal
21
(1) pelaksanaan pemberian kompensasi dan rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal keputusan
komisi ditetapkan.
(2) ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pelaksanaan
pemberian kompensasi dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
restitusi diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
22
Subkomisi pertimbangan amnesti
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 huruf c, bertugas memberikan rekomendasi
berupa pertimbangan hukum mengenai permohonan amnesti kepada korban.
Pasal
23
Subkomisi pertimbangan amnesti
mempunyai wewenang:
a. menerima pengakuan tentang pelanggarn hak asasi manusia
yang berat yang terjadi pada masa sebelum berlakunya undang-undang nomor 26
tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia;
b. menyusun kriteria, syarat, dan tatacara permohonan
amnesti untuk pelanggarn hak asasi manusia yang berat; dan
c. melakukan klarifikasi kepada korban dan/atau pelaku
terhadap pengakuan atau pengingkaran pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Bab
VI
Tatacara penyelesaian permohonan kompensasi,
Restitusi, rehabilitasi, dan amnesti
Pasal 24
Tatacara penyelesaian permohonan kompensasi,
Restitusi, rehabilitasi, dan amnesti
Pasal 24
Dalam hal komisi telah menerima
pengaduan atau laporan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang disertai
permohonan untuk mendapatkan kompensasi, restitusi, rehabilitasi, atau amnesti,
komisi wajib memberi keputusan dalam jangka waktu paling lambat 90 9sembilan
puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan.
Pasal
25
(1) keputusan komisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 24
dapat berupa; a. mengabulkan atau menolak untuk memberikan kompensasi,
restitusi, dan/ atau rehabilitas; atau b. memberikan rekomendasi berupa
pertimbangan hukum dalam hal permohonan amnesti.
(2) dalam memberikan keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), komisi wajib mempertimbangkan saran yang disampaikan oleh masyarakat
kepada komisi.
(3) rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal
keputusan sidang komisi di sampaikan kepada presiden untuk mendapatkan
keputusan.
(4) presiden wajib meminta pertimbangan amnesti kepada dewan
perwakilan rakyat dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal rekomendasi diterima.
(5) dewan perwakilan rakyat wajib memberikan pertimbangan amnesti
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
permintaan pertimbangan presiden diterima.
(6) keputusan presiden mengenai mengabulkan atau menolak
permohonan amnesti wajib diberikan oleh presiden dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertimbangan dewan
perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
Pasal
26
(1) keputusan presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
ayat (6) disampaikan kembali kepada komisi dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) hari terhitung sejak tanggal diputuskan.
(2) komisi menyampaikan keputusan presiden sebagaimana di
maksud pada ayat (1) kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli
warisnya, dalam jangka waktu paling lambat 7 (ujuh) hari terhitung sejak
tanggal keputusan tersebut diterima oleh komisi.
Pasal
27
Kompensasi dan rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 dapat diberikan apabila permohonan amnesti
dikabulkan.
Pasal
28
(1) dalam hal antara pelaku dan korban pelanggarn hak asasi
manusia yang berat yang terjadi pada masa sebelum berlakunya undang-undang
nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia telah saling memaafkan
dan melakukan perdamaian maka komisi dapat memberikan rekomendasi kepada presiden
untuk memberikan amnesti.
(2) saling memaafkan dan melakukan perdamaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib diikuti pengungkapan kebenaran tentang terjadinya
peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang telah dilakukan.
(3) pernyataan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis yang ditanda tangani oleh
kedua belah pihak dan ketua komisi.
Pasal
29
(1) dalam hal pelaku dan korban saling memaafkan,
rekomendasi pertimbangan amnesti wajib diputuskan oleh komisi.
(2) dalam hal pelaku mengakui kesalahan, mengakui kebenaran
fakta-fakta, menyatakan penyesalan atas perbuatannya, dan bersedia meminta maaf
kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya tidak bersedia
memaafkan maka komisi memutus pemberian rekomendasi amnesti secara mandiri dan
objektif.
(3) dalam hal pelaku tidak bersedia mengakui kebenaran dan
kesalahannya serta tidak bersedia menyesali perbuatannya maka pelaku
pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut kehilangan hak mendapat
amnesti dan di ajukan kepengadilan hak asasi manusia ad - hoc.
Pasal
30
Subkomisi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 16 wajib membuat dan menyampaikan laporan mengenai hasil pelaksanaan
tugasnya kepada komisi.
Bab
VII
Keanggotaan
Pasal 31
Keanggotaan
Pasal 31
Keanggotaan komisi diperoleh
berdasarkan seleksi dan pemilihan dari suatu daftar nominasi yang diajukan oleh
perseorangan, kelompok orang, atau organisasi kemasyarakatan.
Pasal
32
(1) seleksi dan pemilihan anggota komisi didasarkan pada
kualifikasi keahlian dan integritas moral yang tinggi dan memenuhi persyaratan
sebagai berikut. a. warga negara indonesia; b. Sehat jasmani dan rohani; c.
Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; d. Berumur paling rendah
30 (tiga puluh) tahun; e. Setia kepada pancasila dan undang-undang dasar negara
republik indonesia tahun 1945; f. Memiliki pengetahuan atau kepedulian di
bidang hak asasi manusia; g. Tidak berstatus sebagai anggota tentara nasional
indonesia atau kepolisian negara republik indonesia; h. Bersedia melepaskan
diri dari keanggotaan partai politik , organisasi kemasyarakatan, atau lembaga
swadaya masyarakat; dan i. Tidak pernah terlibat dalam pelanggaran hak asasi
manusia.
(2) selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), seleksi dan pemilihan anggota komisi juga harus didasarkan pada
pertimbangan: a. geografi; b. etnis; c. agama; dan d. kepakaran.
Pasal
33
(1) untuk pertama kali seleksi dan pemilihan anggota komisi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 31, dilakukan oleh presiden.
(2) dalam melaksanakan seleksi dan pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), presiden membentuk panitia seleksi.
(3) panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas 5 (lima) orang, dengan susunan sebagai berikut:
- 2 (dua) orang berasal dari unsur pemerintah; dan
- 3 (tiga) orang berasal dari unsur masyarakat.
(4) anggota panitia seleksi tidak dapat di calonkan
sebagaimana anggota komisi.
(5) ketentuan lebih lanjut mengenai susunan panitia seleksi,
tata cara pelaksanaan seleksi, dan pemilihan calon anggota komisi, diatur
dengan peraturan presiden.
Pasal
34
(1) panitia sleksi mengusulkan 42 (empat puluh) dua orang
calon yang telah memenuhi persyaratan kepada presiden.
(2) presiden memilih sebanyak 21 (dua puluh satu) orang dari
42 (empat puluh dua) orang calon anggota komisi yang diajukan oleh sidang
komisi yang diajukan oleh panitia seleksi.
(3) presiden mengajukan 21 (duapuluh satu) orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada dewan perwakilan rakyat untuk memperoleh
persetujuan.
Pasal
35
(1) dewan perwakilan rakyat memberikan persetujuan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengajuan calon anggota komisi diterima.
(2) dalam hal perwakilan rakyat tidak memberikan persetujuan
terhadap seorang atau lebih calon yang diajukan oleh presiden maka dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya
pengajuan calon anggota komisi, dewan perwakilan rakyat harus memberikan
jawaban disertai dengan alasannya.
(3) dalam hal dewan perwakilan rakyat tidak memberikan
persetujuan terhadap calon yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
maka presiden mengajukan calon pengganti sesuai dengan jumlah calon anggota
yang tidak disetujui.
(4) dewan perwakilan rakyat wajib memberikan persetujuan
terhadap calon pengganti sebagaiman dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengujuan calon
pengganti diterima.
Pasal
36
(1) dalam hal calon anggota yang diajukan oleh presiden
telah memperoleh persetujuan dewan perwakilan rakyat, presiden menetapkan calon
anggota komisi dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal persetujuan diterima presiden.
(2) ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan
pemberhentian anggota komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan keputusan presiden.
Pasal
37
Anggota komisi diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. masa tugasnya telah berakhir;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan tidak dapat
menjalankan tugas selama 30 (tiga puluh) hari secara terus menerus;
e. melakukan perbuatan tercela dan/atau hal-hal lain yang
berdasarkan keputusan sidang komisi yang bersangkutan harus diberhentikan
karena telah mencemarkan martabat dan reputasi, dan/atau mengurangi kemandirian
dan kredibilitas komisi; atau
f. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana.
Pasal
38
Anggota komisi sebanyak 21 (dua
puluh satu) orang dengan susunan sebagai berikut: a. 3 (tiga) orang pimpinan;
b. 9 (sembilan) orang anggota subkomisi penyelidikan dan klarifikasi; c. 5
(lima) orang anggota subkomisi kompensasi, restitusi dan rehabilitasi; dan d. 4
(empat) orang anggota subkomisi pertimbangan amnesti.
Pasal
39
(1) pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2
(dua) orang wakil ketua
(2) pemilihan dan pengangkatan ketua dan wakil ketua komisi
ditetapkan melalui sidang komisi.
Pasal
40
(1) sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil dan ketua
komisi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya dihadapan presiden.
(2) sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbunyi sebagai berikut:
" saya bersumpah/ atau berjanji:
bahwa saya; untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. Bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan pancasila sebagai dasar negara, undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara republik indonesia.
Bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas ini dengan jujur, seksama dan objektif dengan tidak membeda-bedakan orang, dan akan menjunjung tinggi etika profesi dalam melaksanakan kewajiban saya ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seseorang petugas yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
bahwa saya; untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. Bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan pancasila sebagai dasar negara, undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara republik indonesia.
Bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas ini dengan jujur, seksama dan objektif dengan tidak membeda-bedakan orang, dan akan menjunjung tinggi etika profesi dalam melaksanakan kewajiban saya ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seseorang petugas yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
Pasal
41
Setiap subkomisi memilih dan
mengangkat ketua dan wakil ketua masing-masing subkomisi.
Bab
VIII
Pembiayaan
Pasal 42
Pembiayaan
Pasal 42
Sumber pembiayaan bagi komisi
diperoleh dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan b. sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
43
Sumber keuangan untuk pembiayaan
pemberian kompensasi dan/ atau rehabilitasi yang menjadi beban negara
dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara.
Bab
XI
Ketentuan lain
Pasal 44
Ketentuan lain
Pasal 44
Pelanggaran hak asasi manusia yang
berat telah diungkapkan dan diselesaikan oleh komisi, perkaranya tidak dapat
diajukan lagi kepada pengadilan hak asasi manusia ad-hoc.
Bab
X
Ketentuan Penutup
Pasal 45
Ketentuan Penutup
Pasal 45
(1) komisi melaksanakan tugas selama 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam pasal 40
ayat (2) diucapkan dan dapat diperpanjang selama 2 (2) tahun.
(2) ketentuan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan keputusan presiden atas usul komisi.
(3) pembentukan komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal undang-undang ini diundangkan.
Pasal
46
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengethuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran negara Republik indonesia.
Agar setiap orang mengethuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran negara Republik indonesia.
Disahkan
di jakarta
Pada tanggal 6 oktober 2004
Presiden Republik Indonesia
Ttd
Megawati soekarno Putri
Pada tanggal 6 oktober 2004
Presiden Republik Indonesia
Ttd
Megawati soekarno Putri
Disahkan di Jakarta
Pada Tanggal 6 Oktober 2004
Sekretaris Negara Republik Indonesia
Ttd
Bambang Kesowo
Pada Tanggal 6 Oktober 2004
Sekretaris Negara Republik Indonesia
Ttd
Bambang Kesowo