Minggu, 09 Desember 2018

Tap MPR no.XVII /1998



http://hukum.unsrat.ac.id/img/garuda.jpg

 

 

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XVII /MPR/1998

 

tentang

 

HAK ASASI MANUSIA

 |

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,


Pasal  1

Menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.   

Pasal  2

Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.   

Pasal 3

Penghormatan, penegakan, dan penyebarluasan hak asasi manusia oleh masyarakat dilaksanakan melalui gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Pasal 4

Pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia, dilakukan oleh suatu komisi nasional hak asasi manusia yang ditetapkan dengan Undang-undang. 

Pasal  5

Untuk dapat memperoleh kebulatan hubungan yang menyeluruh maka  sistematika naskah Hak Asasi Manusia disusun sebagai berikut : 

  1. PANDANGAN DAN SIKAP BANGSA INDONESIA TERHADAP HAK ASASI MANUSIA 
  2. PIAGAM HAK ASASI MANUSIA

Pasal  6

Isi beserta uraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, terdapat dalam naskah Hak Asasi Manusia yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Ketetapan ini.   

Pasal  7

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 

  Ditetapkan di Jakarta 
Pada tanggal 13 November 1998

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETUA,

 
 

I. PANDANGAN DAN SIKAP BANGSA INDONESIA TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

. PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya.  Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia. 

Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara, dalam mengembangkan diri, berperan dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan hidup manusia, ditentukan oleh pandangan hidup dan kepribadian bangsa. 

Pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabat makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran mengemban kodratnya sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosial, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 

Bangsa Indonesia menghormati setiap upaya suatu bangsa untuk menjabarkan dan mengatur hak asasi manusia sesuai dengan sistem nilai dan pandangan hidup masing-masing.  Bangsa Indonesia menjunjung tinggi dan menerapkan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.  Sejarah dunia mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial lainnya.  Menyadari bahwa perdamaian dunia serta kesejahteraan merupakan dambaan umat manusia, maka hal-hal yang menimbulkan penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan serta yang dapat menurunkan harkat dan martabat manusia harus ditanggulangi oleh setiap bangsa. 

Bangsa Indonesia, dalam perjalanan sejarahnya mengalami kesengsaraan dan penderitaan yang disebabkan oleh penjajahan. Oleh sebab itu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.   Bangsa Indonesia bertekad ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial yang pada hakikatnya merupakan kewajiban setiap bangsa, sehingga bangsa Indonesia berpandangan bahwa hak asasi manusia tidak terpisahkan dengan kewajibannya. 

B. LANDASAN

1.      Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal,  dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

2.      Bangsa Indonesia sebagai anggota Peserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia.

C. SEJARAH, PENDEKATAN, DAN SUBSTANSI

1. Sejarah

Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia sejak awal perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah menuntut dihormatinya hak asasi manusia.  Hal tersebut terlihat jelas

dalam tonggak-tonggak sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan sebagai berikut  : 

  1. Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, yang diawali dengan lahirnya berbagai pergerakan kemerdekaan pada awal abad 20, menunjukkan kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain. 
  2. Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, membuktikan bahwa bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai satu bangsa yang bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia. 
  3. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia diikuti dengan penetapan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dalam Pembukaannya mengamanatkan :  “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.  Oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.  Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok, termasuk hak asasi manusia. 
  4. Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kedua konstitusi tersebut mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam sidang Konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan. 
  5. Dengan tekad melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada Sidang Umum MPRS tahun 1966 telah ditetapkan Ketetapan
  6. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sementara Nomor XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan Dokumen Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan  Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara.   Berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967 Nomor 24/B/1967, hasil kerja Panitia Ad Hoc diterima untuk dibahas pada persidangan berikutnya.  Namun pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 Rancangan Piagam tersebut tidak dibahas karena Sidang lebih mengutamakan membahas masalah mendesak yang berkaitan dengan rehabilitasi dan konsolidasi nasional setelah terjadi tragedi nasional berupa pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965, dan menata kembali kehidupan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 
  7. Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, yang mendapat tanggapan positif masyarakat menunjukkan besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap masalah penegakan hak asasi manusia, sehingga lebih mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia. 
  8. Kemajuan mengenai perumusan tentang hak asasi manusia tercapai ketika Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1998 telah tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara secara lebih rinci. 

2. Pendekatan dan Substansi

Perumusan substansi hak asasi manusia menggunakan pendekatan normatif, empirik, deskriptif, dan analitik sebagai berikut : 

  1. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu-gugat oleh siapapun.
  2. Masyarakat Indonesia yang berkembang sejak masih sangat sederhana sampai modern, pada dasarnya merupakan masyarakat kekeluargaan.  Masyarakat kekeluargaan telah mengenal pranata sosial yang menyangkut hak dan kewajiban warga  masyarakat yang terdiri atas pranata religius yang mengakui bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan segala hak dan kewajibannya; pranata keluarga sebagai wadah manusia hidup bersama untuk mengembangkan keturunan dalam menjaga kelangsungan keberadaannya; pranata ekonomi yang merupakan upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan; pranata pendidikan dan pengajaran untuk mengembangkan kecerdasan dan kepribadian manusia; pranata informasi dan komunikasi untuk memperluas wawasan dan keterbukaan; pranata hukum dan keadilan untuk menjamin ketertiban dan kerukunan hidup; pranata keamanan untuk menjamin keselamatan setiap manusia. Dengan demikian substansi hak asasi manusia meliputi : hak untuk hidup; hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak mengembangkan diri; hak keadilan; hak kemerdekaan; hak berkomunikasi; hak keamanan; dan hak kesejahteraan.

  1. Bangsa Indonesia menyadari dan mengakui bahwa setiap individu adalah bagian dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hak asasi serta hidup di dalam lingkungan yang merupakan sumber daya bagi kehidupannya.  Oleh karena itu tiap individu di samping mempunyai hak asasi, juga mengemban kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi individu lain, tata tertib masyarakat serta kelestarian fungsi, perbaikan tatanan dan peningkatan mutu lingkungan hidup.

D. PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA BAGI BANGSA INDONESIA

  1. Hak asasi merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan.  Mengingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka pengertian Hak asasi manusia adalah hak sebagai  anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
  2. Setiap manusia diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa serta status lain.   Pengabaian atau perampasannya, mengakibatkan hilangnya harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga kurang dapat mengembangkan diri dan peranannya secara utuh.
  3. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 

II.   PIAGAM HAK ASASI MANUSIA

PEMBUKAAN

 

4.      Bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berperan sebagai pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam ketaatan kepada-Nya.  Manusia dianugerahi hak asasi dan memiliki tanggung jawab serta kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, dan martabat kemuliaan kemanusiaan, serta menjaga keharmonisan kehidupan. 

5.      Bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan,  dan hak kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun.  Selanjutnya manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat. 

6.      Bahwa didorong oleh jiwa dan semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai pandangan mengenai hak asasi dan kewajiban manusia, yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa,  serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 

7.      Bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Oleh karena itu bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi tersebut. 

 

 

Bahwa perumusan hak asasi manusia pada dasarnya dilandasi oleh pemahaman suatu bangsa terhadap citra, harkat, dan martabat diri manusia itu sendiri.  Bangsa Indonesia memandang bahwa manusia hidup tidak terlepas dari Tuhannya, sesama manusia, dan lingkungan. 

Bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui, dan menjamin serta menghormati hak asasi manusia orang lain juga sebagai suatu kewajiban.  Oleh karena itu hak asasi dan kewajiban manusia terpadu dan melekat pada diri manusia sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, anggota suatu bangsa dan warga negara serta anggota masyarakat bangsa-bangsa. 

Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia,  maka  bangsa Indonesia menyatakan Piagam Hak Asasi Manusia. 
 

BAB I

HAK UNTUK HIDUP

Pasal 1

Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya. 

BAB II

HAK BERKELUARGA DAN MELANJUTKAN KETURUNAN

Pasal 2

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. 

BAB III

HAK MENGEMBANGKAN DIRI

Pasal 3

Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak. 

Pasal 4

Setiap orang berhak atas perlindungan dan kasih sayang untuk pengembangan pribadinya, memperoleh, dan mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 

Pasal 5

Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi kesejahteraan umat manusia. 

Pasal 6

Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dengan memperjuangkan hak-haknya secara kolektif serta membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 

BAB IV

HAK KEADILAN

Pasal 7

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan  perlakuan hukum yang adil. 

Pasal 8

Setiap orang berhak mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. 

Pasal 9

Setiap orang dalam hubungan kerja berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak. 

Pasal 10

Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. 

Pasal 11

Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja. 

Pasal 12

Setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. 

BAB V

HAK KEMERDEKAAN

Pasal 13

Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 

Pasal 14

Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani. 

Pasal 15

Setiap orang bebas memilih pendidikan dan pengajaran. 

Pasal 16

Setiap orang bebas memilih pekerjaan. 

Pasal 17 

Setiap orang bebas memilih kewarganegaraan. 

Pasal 18

Setiap orang bebas untuk bertempat tinggal di wilayah negara, meninggalkannya, dan berhak untuk kembali. 

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 

BAB VI

HAK ATAS KEBEBASAN INFORMASI

Pasal 20

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. 

Pasal 21

 Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 
 
 

BAB VII

HAK KEAMANAN

Pasal 22

Setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 

Pasal 23

Setiap orang berhak atas perlindungan diri  pribadi, keluarga, kehormatan,  martabat, dan hak miliknya. 

Pasal 24

Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain. 

Pasal 25

Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. 

Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. 

Pasal 26

Setiap orang berhak ikut serta dalam upaya pembelaan negara. 

BAB VIII

HAK KESEJAHTERAAN

Pasal 27

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin. 

Pasal 28

Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 

Pasal 29

Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. 

Pasal 30

Setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus di masa kanak-kanak, di hari tua, dan apabila menyandang cacat. 

Pasal 31

Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. 

Pasal 32

Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. 

Pasal 33

Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 

BAB IX

K E W A J I B A N

Pasal 34

Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Pasal 35

Setiap orang wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. 

Pasal 36

Di dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin

pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 

BAB X

PERLINDUNGAN DAN PEMAJUAN

Pasal 37

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan  pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non – derogable). 

Pasal 38

Setiap orang berhak bebas dari dan mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. 

Pasal 39

Dalam pemenuhan hak asasi manusia, laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama. 

Pasal 40

Kelompok masyarakat yang rentan, seperti anak-anak dan fakir miskin, berhak mendapatkan perlindungan lebih terhadap hak asasinya. 

Pasal 41

Identitas budaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman. 

Pasal 42

Hak warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dijamin dan dilindungi. 

Pasal 43

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah. 

Pasal 44

Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 

Ditetapkan di Jakarta 
Pada tanggal 13 November 1998

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETUA,

 

Selasa, 23 Oktober 2018

HAK ASASI MANUSIA [pointers]



HAK ASASI MANUSIA
Pointers
 

 

Dasar Yuridis:

1.  Undang-Undang Dasar 1945,
2.  Deklarasi Universal tentang Hak Asas Manusia,
3.  Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 tentang  Hak Asasi Manusia.
4.  Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
5.  Undang-undang No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Perhatian pemerintah terhadap HAM ada sejak para pendiri negara ini menyusun UUD’45. Dilihat dari kebijakan politik sejak 1945 perhatian tersebut tampak pada penyusunan GBHN tahun 1993 yaitu   dengan dibentuknya KOMISI NASIONAL HAM ( KOMNAS HAM ). Pada tahun 1998 pemerintah mencanangkan Rencana Aksi Nasional  HAM dengan program dan kegiatan lima tahun yaitu 1998 s/d 2003.

Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia
Secara historis, sebelum adanya  Universal Declaration of Uman Rights terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur HAM, adalah :

1. Magna Charta; Inggris ( 1215 )
   Sebagai cikal bakal HAM, yang berisi “ kompromi antara Raja John dengan para bangsawan  tentang pembagian kekuasaan, khususnya dalam rangka mengurangi kekuasaan raja. Yang diperjuangkan adalah kepentingan para bangsawan. Prinsip yang dikemukakan  oleh para bangsawan adalah mengatur mengenai pembatasan kekuasaan raja, sedangkan HAM lebih penting daripada kekuasaan raja, dan perlindungan hak-hak warga negara yang selalu didasarkan pada pertimbangan hokum.

2. Bill of Rights; Inggris ( 1689 )
   Lahir sebagai akibat dari “Glorious Revolution”  ( Revolusi tanpa pertumpahan darah ) pada th. 1688, yang merupakan hasil perjuangan parlemen melawan pemerintah raja-raja dari Dinasti Stuart dan menundukkan Monarki di bawah kekuasaan Parlemen Inggris. Intinya adalah sebuah Undang-undang yang menyatakan hak-hak dan kebebasan warganegara dan  menentukan penggantian raja.

3.Declaration of Independence, USA ( 1776)
Deklarasi kemerdekaan merupakan alasan masyarakat Amerika untuk melepaskan diri dari kekuasaan Inggris yang terjadi pada th. 1776. Isi dari deklarasi ini sebenarnya diambil dari filsuf Prancis.al. Montesquieu (1689-1755), JJ Rousseau ( 1712-1778), perumus deklarasi ini adalah Tohomas Jefferson, seorang yang kemudian menjadi Presiden amerika Serikat yang antara lain berbunyi :
        “Kami menganggap bahwa kebenaran-kebenaran berikut ini sudah jelas dengan sendirinya; bahwa semua manusia diciptakan sama, bahwa penciptanya telah menganugerahi mereka hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut, bahwa diantara hak-hak ini adalah hak untuk hidup bebas, dan mengejar kebagiaan. Bahwa untuk menjamin hak-hak ini, orang mendirikan pemerintahan yang memperoleh kekuasaannya yang benar berdasarkan persetujuan yang diperintahnya. Bahwa kapan saja suatu bentuk pemerintahan merusak tujuan-tujuan ini, rakyat berhak untuk merubah dan menyingkirkannya”.

4. Bill of Rights, USA ( 1791)
Adalah Undang-undang yang berisi; a.l; Melindungi kebebasan beragama, kebebasan Pers, kebebasan menyatakan pendapat dan berserikat, melindungi individu terhadap penggeledahan dan penangkapan yang tidak berdasar, dan hak atas proses hokum yang benar. 

5. Declaration of the Rights of Man and the Citizen
             Deklarasi ini  merupakan cita-cita yang didasari Revolusi Prancis dan kemudian dijabarkan dalam konstitusi 4   Oktober 1958. dalam preambul dicantumkan kata-kata a.l:
Rakyat perancai menyatakan dengan kidmat pengakuan atas hak-hak manusian, sebagaimana telah digariskan oleh Deklarasi th. 1789, yang diperkuat dan dilengkapi oleh Mahkamah Konstitusi 194 ).

Instrumen Internasional yang berkaitan dengan HAM
1. Convention on the Political Rights of Women ( Konvensi Hak-Hak Politik Perempuan ) dan ditetapkan  dalam UU No. 68 th 1958.
2. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women  ( Konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita ) dan ditetapkan dalam UU No. 7 th 1984.
3. Convention on the Rights of the child ( Konvensi tentang Hak-hak Anak ) dan ditetapkan dalam Kepres No. 36 th. 1990.
4.  Convention Against Apartheid in Sport ( Konvensi anti – Apartheid dalam Olah raga). Dan ditetapkan dalam kepres No. 48 th 1993.
5. Convention     Against  torture and Other  Cruel Inhuman or  Degrading Treatment or   Punishment    ( Konvensi Menentang penyiksaan lain yang kejam, tidak manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia) dan ditetapkan dalam UU No. 5 th 1998.
6. Convention on the Elimination of all Forms of Racial Discrimination ( Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial ) dan ditetapkan dalam UU No. 9. th 1999.

HAM dalam Perundang-undangan Nasional:
1.  Konstitusi ( Undang-undang Dasar )
Pengaturan HAM dala konstitusi negara RI selain pada hasil amandemen kedua UUD 1945, juga ditemukan di beberapa konstitusi yang berlaku yaitu UUD ’45 ( termasuk dalam amandemen I – IV Pasal 28 huruf A – J ).
2. TAP MPR
Dalam  ketetapan MPR dapat dilihat dalam TAP MPR No. XVIII th 1998 tentang pandangan dan sikap Bangsa Indonesia terhadap HAM dan Piagam HAM Nasional.
3. Undang – Undang
Pengaturan HAM dalam UU yang telah dikeluarkan pemerintah a.l:
a.  UU . 5 th 1986 tentang Peradilan tata Usaha Negara. UU No. 5 th 1998 tentang Ratifikasi Konvensi anti Penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
b.  UU. No. 9 th 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.
c.  UU. No. 39 th 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
d.  UU No. 26. th. 2000 tentang Pengadilan HAM
4. Undang-Undang No. 27 th. 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
5. Peraturan pemerintah, Keputusan  Presiden, dan peraturan pelaksaanaan lainnya.
a.  Ketentuan yang terdapat dalam peraturan pemerintah a.l:
b.  Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang ( Perpu) No. 1 th 1999 tentang pengadilan HAM.
c.  Kepres No. 181 th 1998 tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Wanita.
d.  Keputusan presiden No. 129 th 1998 tentang Rencana aksi Nasional HAM th 1998-2003, yang memuat rencana ratifikasi berbagai instrumen HAM  PBB serta tindak lanjut.
e.  Keputusan Presiden No. 31 th 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negri Jakarta Pusat, Pengadilan Negri Surabaya, dan PN Makasar.
f.    Kepres No. 5 th 2001 tentang  Pembentukan  Pengadilan HAM Ad Hoc pada PN Jakarta Pusat, yang dirubah dengan Kepres No. 96 th 2001.
g.  Keputusan Presiden No. 181 th 1998 tentang Komisi Nasional anti kekerasan terhadap perempuan.

 
UU RI No. 39 /1999 tentang HAM
Ps.1.(1) HAM :
Seperangkat Hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah – Nya yang harus dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hokum, pemerintahh dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan Martabat manusia

Ps. I (6) Pelanggaran HAM
Setiap perbuatan seseorang/kelompok orang termasuk aparad Negara baik disengaja / tidak / kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan  mencabut HAM seseorang / kelompok yang di jamin UU dan tidak mendapatkan / dikawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian Hukum yang adil dan benar.

 
UU No. 26 th 2000 tentang Pengadilan HAM
BAB : I Ps. I (2)  Pelanggaran HAM BERAT adalah pelanggaran  HAM sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
Penyelidikan : serangkaian dindakaan penyelidik untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran HAM berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam uu ini

 
Pelanggaran HAM meliputi :
1.   Kejahatan Genosida
2.   Kejahatan terhadap kemanusiaan

Ad.1. Kejahatan Genosida; Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, etnis, kelompok agama, dengan cara:
a.  membunuh anggota kelompok
b.  mengakibatkan penderitaan fisik yang berat terhadap angota kelompok
c.  menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
d.  memaksa tindakan yang mencegah kelahiran
e.  memindahkan secara paksa anak-anak.

 
Ad. 2. Kejahatan terhadap kemanusiaan; Adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa ;
a.  pemusnahan
b.  pembunuhan
c.  perbudakan
d.  pengusiran
e.  penyiksaan
f.    perkosaan
g.  penganiaan terhadap suatu kelompok
h.  menghilangkan orang secara paksa
i.    kejahatan aparheid.

Undang-undang Republik Indonesia no. 26 th. 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dilingkungan Peradilan Umum. Yang terpenting dengan lahirnya UU Pengadilan HAM ialah; KOMNASHAM merupakan lembaga satu-satunya yang berwenang melakukan penyelidikan pro justitia sehingga dengan wewenang tersebut KOMNASHAM menjadi lembaga PENYIDIK INVESTIGATOR yang harus memperkuat kinerja  Kejaksaan Agung dalam menuntaskan penyidikan atas pelanggaran HAM berat di tanah air.

Kewenangan Komnasham :
a.Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
b.Menerima laporan atau pengaduan dan seseorang atau kelompok orang tentang teradinya pelanggaran hakasasi manusia yang berat, serta mencari keterangan dan barang bukti.

HAKEKAT HAM
Merupakan upaya menjaga keselamatan  eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepenting an  perorangan  dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya  menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban  tanggung  jawab  bersama antara individu, pemerintah ( apa ratur pemerintah baik sipil maupun militer ) dan negara.

Ciri – ciri  Pokok hakekat HAM
HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
a.  HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras agama, etnis, pandangan politik, asal usul bangsa.
b.  HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak melarang, membatasi, melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM, walaupun sebuah negara membuat hokum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

       Bahwa subtansi HAM merupakan sesuatu hal yang bersifat Universal, mengingat sifatnya yang inherent, sebagai konsekuensinya oleh karena HAM dikaruniai oleh Tuhan dan bukan pemberian dari orang atau penguasa tertentu, maka siapapun tidak punya hak untuk merampas ataupun mencabut HAM seseorang.

Mengenai  pelaksanaan HAM bersisat Partikular, artinya disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan yang bersifat lokal. Sifat particular HAM merupakan kompleksitas HAM yang multidimensi, artinya HAM mengandung banyak element di dalamnya, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, hukum., maupun aspek politik. Universalitas HAM merupakan Substansi / esensi HAM, sedangkan Partikularasi adalah masalah aktualisasi.

 
Klasifikasi pelanggaran HAM menurut KOMNAS HAM a.l. :
1.      Penangkapan dan penahan  sewenang-wenang
2.      Penghilangan secara paksa
3.      Penyiksaan & perbuatan kejam
4.      Pembunuhan diluar proses pengadilan
5.      Intimidasi / tindak kekerasan
6.      Pelanggaran di  Timor Timur, Maluku, Maluku Utara, Tanjung Priyok, Tragedi Mei 1998.

Pelanggaran HAM selama Orde Baru, menurut Adnan Buyung Nasution  dikelompokan :
1.      Crimes Againt Humanity; yang terjadi di Timor Timur, Papua, tanjung Priyuk.
2.      Crimes Againt Integrity of Person, a.l. Penembakan Misterius, penghilangan orang;
3.      Pelanggaraan terhadap hak sipil, Politik, yang berupa pembatasan kemerdekaan berserikat dan   berkumpul yang secara sistematis di langgar.
4.      Pelanggaran terhadap hak ekonomi, social dan budaya yang berupa pelanggaran hak masyarakat  adat, hak lingkungan, dan kemiskinan struktura.

GROSS VIOLATION OF HUMAN RIGHTS
PHAMB ( GROSS VIOLATION OF HUMAN RIGHTS ) merupakan tindak pidana/kejahatan yang luar biasa ( EXTRA ORDINARY CRIMES )  karena tindak pidana ini dilakaukan oleh suatu kekuasaan kelompok yang ditujukan kepada seseorang / kelompok berdasarkan etnis, agama dg tujuan untuk menghilangkan nyawa secara sistematis dan meluas.

Sistematis; Suatu tindakan yang terorganisasikan secara mendalam mengikuti pola-pola tertentu yang terus menerus berasarkan kebijakan yang melibatkan sumber daya publik dan prifat yang subtansial, meskipun bukan kibijakan negara secara formal.
Meluas : Suatu tindakan massive/berulang-ulang dan berskala besar yang dilakukan secara kolektif dengan dampak serius dan diarahkan kepada sejumlah besar korbsn. 
Komnas HAM memutuskan ada pelanggaran HAM berat pada kerusuhan Mei 1998 Unsur serangan yang meluas dan sistematis terhadap orang sipil terpenuhi. Fakta yang telah dikumpulkan TGPF menunjukkan data : 1269 meningal
Sistematis: Pola kerusuhan nyaris sama, profokasi, penjarahan, pembakaran mal diberbagai tempat begitu serupa, Kerusuhan Mei ’08 tidak terjadi secara kebetulan, ada rentetan kejadian pendahuluan, ada pol akerusuhan, dan kekacauan pengamanan.
Meluas ; Amuk masa seperti: di Supermal Karawaci, Jogya Plaza, Slipi Plaza, Jatinegara Plaza.  Dan diberbagai daerah lain terjadi secara bersamaan.

Secara Yuridis, seseorang dapat dikatakan melakukan pelanggaran HAM, apabila telah diputuskan oleh Pengadilan HAM sebagai pelanggar HAM  beserta seluruh prosesnya yang meliputi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, serta adanya keputusan dari Hakim pengadilan HAM.
Undang-undang Pengadilan HAM, berisi Hukum Acara dari Pengadilan HAM dilaksanakan berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum  Acara Pidana. KOMNAS HAM dapat meminta keterangan mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan. Pemeriksaan di Sidang penyidikan dilakukan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari; 2 ( dua)  orang Hakim engadilan HAM dan 3 (tiga) orang Hakim Ad Hoc dan diketahui oleh Hakim pengadilan yang bersangkutan.
Hakim Ad Hoc diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung

HAM MASA LALU
Kamis, 21 Mei 2015 Rapat pleno tertutup yang dihadii Jaksa Agung HM Prasetyo, Menko Polhukam Tedjo Eddhy Purdijatno, Kapolri Jendral Badrodin Haiti, Komisioner Komnasham Nurkolis, Ka.BIN Marciano Norman, Ketua Dewan Penasehat Komnas HAM Jimmly Asshiddiqie, Rapat membahas penanganan kasus –kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Langkah NONYUDISIAL disepakati. Komite gabungan pengungkap kebenaran dan Rekonsiliasi sepakat menggunakan langah ‘ NONYUDISIAL”  untuk menyelesaikan maslah pelangaran HAM berat masa lalu. Komite yang beraanggotakan :
1.   Menko Polhukan (Tedjo Eddhy Purdijatno)
2.   Jaksa Agung (HM Prasetyo)
3.   Kapolri (Jendral Badrodin Haiti)
4.   Komisioner Komnasham( Nurkolis )
5.   Ka.BIN (Marciano Norman),
6.   Ketua Dewan Penasehat Komnas HAM (Jimmly Asshiddiqie)

 
Penyelesaiaj disepakati dengan langkah nonyudisial, yaitu Rekonsiliasi. Hal ini dipiih karena :
1.    Ada kesulitan mencari barang bukti
2.   Saksi
3.   Tersangka yang terjadi dalam kasus pelanggrana HAM berat yang terjadi sudah sangat lama.

Dari tujuh kasus pelanggran HAM berat masa lalu yang telah diselidiki KOMNASHAM, enam diantaranya akan ditangani Komite gabungan. Kasus itu yaitu:

1.   Peristiwa 1965 – 1966
2.   Penembakan Misterius 1982-1985
3.   Talang sari di  Lampung 1989
4.   Penghilangan orang secara paksa 1987-1988
5.   Kerusuhan Mei 1988
6.   Peristiwa Trisakti
7.   Semaggi I.II

Satu kasus lain yaitu peristiwa WASIOR dan WAMENA 2003 tak diselesaikan oleh komite karena bisa dituntaskan melalui Pengadilan HAM permanen, sesuai dengan amanat dalam UU no 26/2000 tentang Pengadilan HAM kasus yang terjadi setelah adanya UU tersebut diselesaikan melalui pengadilan HAM permanen.

Meski melalui angkah NONYUDISIAL, pengungkapan kebenaran tetap akan dilakuan. Nanti akan ada semacam pernyataan bahwa benar terjadi pelanggaran HAM, kemudian dengan adanya pelanggaran HAM itu, kami punya komitmen agar tidak terulang lagi. Terakhir Presiden atas nama Negara menyatakan penyesalan dan minta maaf. Kata Jaksa Agung (Kompas 22 Mei 2015)